PRODUKSI MEDIA (SKOM4440) MODUL 1

Image result for produksi media modul perkuliahan

PRODUKSI MEDIA (SKOM4440) MODUL 1

KAMI MAHASISWA UPBJJ YOGYAKARTA FISIP ILMU PERPUSTAKAAN S1 TAHUN 2017

NAMA : CATUR KISWANA PUTRA

NIM : 021812568


ALAMAT : Jl. WANAGAMA 1, BANARAN 2, Rt : 08 Rw : 02 BANARAN, PLAYEN, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA

Modul 1 

Mengenal Media Audiovisual 

Drs. Tandiyo Pradekso, M.Si. Drs. M. Bayu Widagdo, M.Si. 
 PENDAHULUAN 
   
M
 dan perannya sebagai medium komunikasi. Media audiovisual odul ini berisi penjelasan tentang perkembangan media audiovisual dan 
mengalami proses transformasi dan konvergensi yang dinamis hingga menjadi seperti yang dapat kita nikmati sekarang ini melalui televisi. Sementara berdasarkan karakteristiknya, media ini memiliki cara ekspresinya sendiri yang perlu dicermati untuk dapat menjadi pengguna, pembuat, dan penikmat yang efektif. 

Materi dalam modul ini akan membekali kita dengan pengetahuan tentang sifat-sifat dasar media audiovisual. Pemahaman tentang materi ini akan menjadi bekal dasar untuk memahami materi modul berikutnya tentang media audiovisual. Lakukanlah verifikasi dan komparasi terhadap apa yang Anda pelajari dari materi modul ini dengan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan media audiovisual, khususnya sebagai pengguna dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan mempelajari materi dalam modul ini secara seksama, di akhir proses pembelajaran Anda akan dapat menjelaskan: 

1. Karakteristik media audiovisual 
2. Era konvergensi dalam media audiovisual 
3. Bahasa audiovisual 
4. Karakter penonton media audiovisual 

Untuk memermudah Anda mencerna materi dalam modul ini, maka materi dalam modul dikemas dalam 2 (dua) kegiatan belajar (KB) sebagai berikut: 
1. KB 1, Audiovisual sebagai media komunikasi massa 
2. KB 2, Seni dan komunikasi video 

Selamat Belajar! 


Kegiatan Belajar 1 

Audiovisual sebagai  Media Komunikasi Massa   
P
 cyclic, meskipun tidak persis berulang. Pada masa pra sejarah, orang erkembangan medium komunikasi mengalami proses yang bersifat 
menggunakan modus oral/auditory dan visual, secara langsung dan bersamaan ketika berkomunikasi. Pada periode berikutnya orang mulai mengenal dan menggunakan medium komunikasi ketika mereka menorehkan goresan analog dari berbagai bentuk benda yang mereka lihat. Misalnya goresan berbentuk binatang yang ditorehkan pada batu di dalam gua, atau pahatan figur manusia pada batu candi. Perubahan drastis terjadi ketika orang mulai menggunakan simbol dan kode tekstual untuk merepresentasikan pesan komunikasi. 

Komunikasi menjadi dibatasi secara kultural dimana simbol dan kode tersebut dikenal dan digunakan. Masa keemasan dari medium ini terjadi ketika mesin cetak banyak dipergunakan, sehingga media grafis seperti surat kabar, buku, poster, dan sebagainya dengan mudah didistribusikan lintas wilayah. Sampai dengan periode ini modus komunikasi didominasi oleh perangkat visual yang kita miliki. 

Sebelum ditemukannya telepon, alat perekam suara, dan kemudian radio, jangkauan audio sebagai modus komunikasi sangat dibatasi oleh kemampuan orang berteriak di satu pihak dan kemampuan orang mendengar di pihak yang lain. Penggunaan corong atau pengeras suara tradisional hanya membantu menambah puluhan meter jarak orang yang berkomunikasi. Namun dengan ditemukannya telepon, alat perekam suara, dan radio, modus oral/auditory dapat ditransmisikan melintasi wilayah yang hampir tak terbatas jaraknya di dunia ini. Serupa dengan media grafis, penemuan alat perekam suara juga memungkinkan pesan audio digunakan lintas waktu. 

Ketika gambar dan suara dapat direkam secara bersamaan (film, video), dan dapat ditransmisikan (televisi), maka kita seolah kembali ke masa dimana orang berkomunikasi dengan modus oral/auditory dan visual, secara langsung dan bersamaan. Hanya saja modus, tersebut kini dapat dilakukan lintas ruang dan lintas waktu. Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat telah mengembalikan komunikasi audiovisual sebagai modus komunikasi terpenting masa kini. Konsekuensi dari fenomena ini adalah ketersediaan media komunikasi audiovisual yang dapat melayani kebutuhan komunikasi mutakhir manusia. 

A. KARAKTERISTIK MEDIA AUDIOVISUAL 

Perkembangan medium audiovisual dari sejak terciptanya hingga ditemukannya teknologi layar panel LCD sekarang ini, tak lepas dari kontribusi munculnya media perekam visual yaitu kamera foto. Dunia audiovisual pada awal ditemukannya mengadopsi cara kerja mesin fotografi merekam gambar. 

Perbedaannya ialah jika fotografi hanya merekam 1 frame gambar diam dalam satu detik, media audiovisual merekam sekaligus runtutan gambar diam (25-30 frame per detik) sehingga jika runtutan gambar tersebut dilihat berurut dan diproyeksikan dengan cepat maka akan tampak sebagai gambar gerak atau gambar hidup. Mengapa demikian? Karena teknologi audiovisual pada prinsipnya memanfaatkan ilusi optik manusia yang dalam kenyataannya tak mampu merekam kesan visual dengan cepat apa yang terlihat sepintas. Boleh jadi jika runtutan gambar tersebut dilihat tidak secara cepat, kita akan melihatnya sebagai gambar gerak patah-patah, itulah sebabnya pada film-film kuno abad pertama kali film diciptakan, geraknya tidak ritmis dan relatif cepat. Hal tersebut terjadi karena awalnya mesin cinematograph hanya mampu merekam 18 frame per detik.  

Mesin perekam gambar semakin disempurnakan dengan teknologi listrik yang lebih konstan dalam merekam dan memproyeksikan gambar sehingga tidak lagi 18 frame per detik, namun sudah mampu merekam 25 frame per detik (PAL) dan 29 frame per detik (NTSC) sehingga ilusi gambar lebih halus, tampak nyata, dan digabung dengan ilustrasi musik untuk membangun suasana. 

Terminologi audiovisual pada dasarnya merujuk pada kombinasi antara audio (bunyi atau rangkaian bunyi) dan visual (penglihatan terhadap gambar yang bergerak atau moving pictures). Secara teknis media audiovisual adalah saluran atau wahana yang mampu membawa secara simultan pesan dalam bentuk audio dan moving pictures. Sebagai salah satu bentuk media komunikasi massa, media audiovisual yang paling populer adalah film dan televisi. Meskipun demikian, kita umumnya mengenal kedua jenis medium tersebut sebagai end-user atau konsumen dari film dan televisi. Sesuai dengan karakter keduanya sebagai media komunikasi massa maka pesan yang dibawa kedua jenis medium itu berasal dari satu pihak yang ditujukan kepada khalayak massa (one to many). 

Film adalah medium yang banyak dipakai untuk membuat berbagai program audiovisual, dari mulai film bioskop sampai dengan iklan televisi. Menurut Jim Stinson (2002: 10), film merupakan produk medium audiovisual  yang baik karena beberapa hal: 
1. Peralatan film relatif portable, sehingga lokasi produksi film lebih praktis untuk ditentukan 
2. Kemampuan film untuk mereproduksi gambar atau images dalam format hitam-putih atau berwarna sangat tinggi. 
3. Gambar dan suara direkam pada jalur yang terpisah dalam film, sehingga memberikan peluang yang sangat luas untuk melakukan improvisasi dalam editing. 

Lebih lanjut Stinson mengemukakan, bahwa televisi adalah medium yang digunakan untuk menyiarkan (broadcasting) berbagai program yang sedang berlangsung di studio (live atau siaran langsung), atau programprogram lain yang telah diproduksi sebelumnya dalam bentuk film atau videotape. 

Pada awalnya, televisi bukan merupakan medium yang ideal karena: 

1. Peralatannya sangat berat, rumit, dan bertautan satu dengan yang lainnya dalam jaringan kabel dengan sistem kendalinya. 

2. Kualitas gambarnya sangat rendah dibanding film, dan kemampuannya untuk menginterpretasi (render) bayangan abu-abu dari hitam ke putih sangat terbatas 

3. Tidak dapat direkam untuk diedit kemudian, kecuali dengan merekam sinyal siaran langsung ke film, dan cara seperti ini semakin menurunkan kualitas gambar. 

Seiring dengan popularitas televisi yang meningkat pesat, banyak persoalan produksi program televisi yang dapat ditemukan solusinya. Ukuran kamera menjadi semakin kecil dan portable, bahkan kini jauh lebih ringkas daripada kemera film, fitur kamera (gambar dan suara) yang semakin lengkap dan terintegrasi sehingga mengatasi rerumitan jaringan kabel. Kamera yang biasanya disebut camcorder  ini juga telah memiliki ketajaman gambar yang sangat baik serta kualitas warna yang sangat tinggi. Teknologi juga telah menyempurnakan sistem perekaman dengan videotape sehingga sinyal televisi dapat direkam dan diedit secara elektronik.  

Teknologi televisi kini terus bersaing dengan kemampuan film dalam merekam gambar. Kita dapat dengan mudah memproduksi program dengan kualitas profesional pada media film atau videotape dengan sama mudahnya. Meskipun demikian keduanya tetap memiliki perbedaan esensial berdasarkan sifat-sifat dasar yang dimilikinya. Film dalam evolusi perkembangannya pada dasarnya tetap menggunakan medium yang sama yaitu pita seluloid. Sebaliknya teknologi produksi elektronik yang dimulai dengan televisi, telah berubah secara drastis sehingga membentuk format yang diberi nama video (Stinson, 2002: 11). 

Mereka yang fanatik menggunakan film memandang video masih memiliki sejumlah kekurangan seperti kejernihan gambarnya yang dianggap masih lebih kasar karena resolusinya yang rendah. Film juga dianggap lebih kaya warna dibandingkan dengan video. Sebaliknya medium film kurang disukai karena sangat mahal proses produksinya (mulai dari pengambilan gambar, pemprosesannya, hingga mencetak pada pita seluloid). Proses produksi yang sama dengan format video sederhana hanya membutuhkan anggaran yang ratusan kali lebih murah dibandingkan film. Medium film juga sangat sensitif terhadap perbedaan tingkat pencahayaan, sehingga pengelolaannya menjadi lebih rumit. Hal yang sama juga terjadi pada proses perekaman suara, karena dilakukan pada jalur yang terpisah dengan gambar. Beberapa fitur produksi film yang jauh lebih kompleks dibanding video adalah color balancing, penambahan efek-efek transisi, dan editing. Singkat kata, produksi video jauh lebih praktis dan sederhana serta murah, dibandingkan dengan film. 

B. ERA KONVERGENSI 

Perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini telah membuat perdebatan mengenai keunggulan dan kekurangan video dan film menjadi tidak relevan lagi. Teknologi telah membuat perkembangan film dan video semakin mendekat dan tertintegrasi. High-definition video (HDV) misalnya, mampu merekam gambar dengan kualitas yang hampir sama dengan film, sebaliknya filmpun mengakomodasi berbagai modus perekaman gambar secara elektronik. Proses korvergensi ini telah melahirkan medium visualhybrid antara format film dan video. Iklan televisi misalnya, biasanya direkam dalam format film untuk kemudian ditransfer ke videotape, dan proses produksi selanjutnya sepenuhnya merupakan proses video. Atau, dilakukan proses produksi video, kemudian dilakukan editing, dan setelah selesai disambung dan disinkronkan dengan film. 

Sementara pada sejumlah film bioskop mutakhir, special effects dibuat secara elektronik sebelum ditransfer ke film. Pembuatan special effects pada film bioskop dengan menggunakan komputer mencakup proses digitalisasi film, yaitu memindai film frame per frame dan mengkonversinya ke dalam pola pixels. Karena komputer besar mampu mengkonversi sebuah frame film ke dalam suatu matriks yang terbentuk dari sekitar 4000 x 3000 pixels, maka gambar digital tersebut memiliki ketajaman yang setara dengan film (Stinson, 2002: 11). 

Pengolahan secara digital pada proses pasca produksi juga semakin dirasakan penting, khususnya untuk tata suara pada film dan video. Perangkat lunak untuk pengolahan suara melalui komputer mampu menyediakan jumlah kanal suara yang sangat banyak, sehingga penggunaan multilayer sound tracks telah menjadi sesuatu yang lazim dalam produksi video. Jadi, meskipun film dan video menggunakan teknik produksi yang berbeda, keduanya “berbicara dalam bahasa audiovisual yang sama”. Jika kita mampu dengan baik menguasai bahasa ini maka kita akan mampu berkomunikasi dengan menggunakan medium film, video, maupun kombinasi dari keduanya. 

Konvergensi dan akselerasi perkembangan teknologi media audiovisual telah membawa sejumlah dampak yang signifikan dalam kehidupan kita. Pertama, telah terjadi perluasan ragam produksi program video. Mulai dari iklan yang hanya beberapa detik hingga stripping sinetron yang mencapai ratusan episode. Memanfaatkan modus distribusi televisi siaran, televisi kabel, televisi satelit, maupun internet. Direkam pada videotape dan cakram padat untuk ditonton di kantor, rumah, maupun sekolah. Diproduksi untuk tujuan serius seperti komersial, pendidikan, dan hiburan, namun juga untuk keperluan pribadi seperti dokumentasi peristiwa pernikahan, ulang tahun, perjalanan, dan sebagainya. Kedua, keluasan ragam produksi video ini akhirnya membawa konsekuensi pada meluasnya penggunaan video ke berbagai bidang dalam kehidupan kita, seperti misalnya, kedokteran, pendidikan, industri, penegakan hukum, dan sebagainya, persis seperti penggunaan komputer dewasa ini. 

Selanjutnya, konvergensi ini juga berdampak pada munculnya berbagai peluang karir di bidang video. Bidang karir yang tersedia merentang dari pekerjaan seni hingga teknik, dari pekerjaan manajerial hingga keuangan dan pemasaran. Meskipun demikian, untuk dapat bekerja secara efektif, semua bidang pekerjaan dalam proses produksi video, orang perlu memahami konsep-konsep dasar tentang video secara komprehensif, yang pada intinya adalah bagaimana medium video dapat mengkomunikasikan pesan yang hendak disampaikannya. Prinsip ini sesungguhnya tidak hanya berlaku bagi kalangan profesional yang bergerak dalam bidang produksi video. Produksi video dapat menjadi kegiatan personal yang berbasis hobi seperti misalnya pada fotografi atau seni lukis, dan mereka yang masuk pada kategori amatir inipun perlu mengembangkan keterampilan seperti halnya para profesional. 

Proses konvergensi media audiovisual kontemporer juga ditentukan oleh moda distribusinya untuk menjangkau khalayak. Metoda produksi dan distribusi dewasa ini harus dipertimbangkan secara simultan atau kita tidak akan mampu menyadari keunggulan dan manfaat dari suatu produk media audiovisual. Digitalisasi berbagai produk media telah mampu menjangkau khalayak melalui berbagai jalur distribusi yang hampir tak terbatas jumlahnya. Sistem komunikasi massa konvensional seperti radio-televisifilm, TV-kabel, dan teknologi satelit (siaran teresterial) tergabung melalui sinyal digital dan didistribusikan melalui sejumlah besar sistem baru yang berbasis internet dan web. Modus ini sekarang juga telah terintegrasi dengan perangkat dan sistem bergerak (mobile systems) dari podcasts, telepon seluler, dan berbagai ragam komputer jinjing. Media audio, grafis, dan audiovisual kini bahkan telah mulai bertransformasi kembali dengan kehadiran sinyal digital nirkabel (wireless) diberbagai tempat melalui WiFi, WiMax, atau sistem distribusi nirkabel lainnya. Kondisi terakhir ini telah mendorong perubahan lagi dalam sistem produksi media, konsep-konsep dan teori yang digunakan, teknologi dan sistem distribusi, serta sistem ekonomi dan cara-cara mendapatkan penghasilan dan keuntungan. (lihat gambar 1) 

Beberapa contoh aktual yang dapat disebutkan disini antara lain adalah penjualan lagu yang dominan tidak lagi melalui pita kaset atau cakram digital, tetapi melalui nada tunggu/nada dering (ringtone) telepon seluler, atau diunduh melalui situs-situs internet. Sistem distribusi media audio (lagu) melalui penjualan ringtone ini telah merubah cara produksi lagu misalnya. Lagu harus dibuat untuk dikenali melodinya dalam waktu yang sangat pendek. Popularitas distribusi media audiovisual melalui internet, yaitu YouTube, telah mendorong penggunaan format yang ramping dengan kompromi menurunkan kualitas (setidaknya hingga saat ini, perkembangan teknologi kedepan tentunya akan memungkinkan streaming video dengan kualitas yang sangat baik) agar bisa didistribusikan dan dikonsumsi melalui internet. Kemudahan untuk memproduksi, mengunggah, menayangkan, mengunduh, atau memainkan media audiovisual melalui YouTube, atau situs video lainnya, telah mendorong lebih banyak produksi media audiovisual untuk beragam keperluan manusia. Kita bisa menyimak paket video perkuliahan dari universitas terkemuka di dunia, menikmati video humor, mengikuti paket video instruksional mereparasi komputer, dan banyak lainnya. 

Dalam konteks konvergensi berdasarkan moda distribusi media ini ada 4 pertimbangan yang perlu dipikirkan sebelum memutuskan untuk menentukan konsep produksi media. Keempatnya adalah: 

1. metoda distribusi yang akan dipakai, 
2. format media yang akan dipakai, 
3. media elektronik yang akan dipakai, dan 
4. pilihan terhadap genre media yang paling tepat untuk menyampaikan pesan. 


Gambar 1.1 
Hubungan antara Media Komunikasi dan Distribusi 
(Musburger & Kindem, 2009: 7) 
Gambar 1.1 secara skematis menunjukkan bagaimana konvergensi, khususnya yang berkaitan dengan medium dan distribusinya. Format radio yang populer saat ini memiliki dua bentuk distribusi yaitu AM-FM dan HDRadio. AM-FM merupakan format radio teresterial (yang dipancarkan melalui gelombang udara) yang biasanya berisi program musik, berita, informasi publik, dokumenter, dan drama. Format seperti ini umumnya diarahkan untuk menjangkau sebanyak mungkin khalayak, meskipun demikian dalam kategori ini dikenal pula program atau saluran-saluran yang tersegmentasi. Dalam kategori radio teresterial ini termasuk juga radio digital definisi tinggi (high-definition/HD) yang biasanya dipancarkan secara bersamaan (simulcast) dengan radio analog. Target utama radio semacam ini adalah pengemudi mobil. 

Sementara mobile medium merupakan perangkat yang dapat digunakan mengikuti mobilitas penggunanya. Perangkat yang berbasis digital ini semakin hari semakin kecil ukurannya, semakin pesat perkembangan teknologinya, dan semakin cepat serta mudah dalam memberikan pelayanan telepon, teks, internet, foto, video, audio, dan program streaming lainnya. Sistem perangkat mobile ini juga memanfaatkan sistem nirkabel (WiFi, WiMax, dan lainnya) untuk mentransmisikan atau mempertukarkan beragam konten media. 

Satelit digunakan oleh radio dan televisi untuk memasok sinyal yang dikirim oleh stasiun pemancar di bumi ke pelbagai wilayah luas yang ditangkap oleh antena-antena yang dihadapkan ke arah satelit tersebut. Radio satelit biasanya menawarkan program-program dengan kualitas teknis yang lebih baik dan variasi konten yang tidak terdapat radio siaran pada umumnya. Untuk dapat menangkap siaran radio satelit diperlukan pula perangkat radio penerima yang khusus untuk itu. Televisi satelit memiliki prinsip kerja yang sama dengan radio, namun di Indonesia televisi satelit ini beroperasi serupa dengan televisi kabel di Amerika Serikat, yaitu siaran televisi yang berbayar. Untuk dapat menikmati siaran televisi satelit ini kita harus berlangganan pada salah satu vendor yang ada di Indonesia (seperti Indovision, Telkomvision, YesTV, dan sebagainya). 

Dengan berlangganan kita mendapatkan perangkat decoder dan antena parabolik yang di arahkan menghadap satelit pemancar sinyal televisi. 
Sistem kabel menggunakan mekanisme jaringan yang serupa dengan (dalam beberapa kasus menjadi satu dengan) jaringan kabel telepon. Perusahaan kabel (termasuk perusahaan telepon rumah) ini menyediakan layanan telepon,  video, internet, dan siaran televisi kepada pelanggannya. 

Sistem televisi kabel awalnya tidak banyak dipakai di Indonesia, karena kondisi geografis dan mahalnya infrastruktur jaringan kabel, sehingga membuat TV satelit menjadi pilihan yang lebih masuk akal. Hanya sejumlah wilayah terbatas dan hotel-hotel yang mengaplikasikan sistem televisi kabel. Namun  kini Telkom sebagai perusahaan yang mendominasi jaringan PSTN (telepon rumah yang menggunakan kabel) telah mengembangkan layanan kabel teleponnya dengan menawarkan konvergensi dari layanan telepon, internet (Speedy), dan siaran televisi (YesTV). 

Televisi teresterial merupakan televisi siaran yang dipancarkan melalui jaringan antena dalam jangkauan wilayah yang sangat luas. Semula sistem ini digunakan oleh siaran televisi (dan juga radio) analog untuk menjangkau khalayak seluas-luasnya guna melayani pengiklan yang membayar agar siaran televisi dapat dinikmati oleh pemirsa secara cuma-cuma. Kini, sistem teresterial telah memancarluaskan pula sinyal digital. 

Amerika Serikat telah memulainya pada tahun 2009 (Musburger & Kindem, 2009: 8), dan Indonesia mulai memperkenalkannya pada tahun 2011. Saluran digital memungkinkan dilakukannya penyaluran lebih dari satu program televisi secara simultan (dalam satu saluran), sehingga membuka peluang lebih luas untuk ragam siaran televisi. Guna menangkap siaran televisi digital ini kita memerlukan unit perangkat televisi khusus, atau dapat pula menggunakan tambahan perangkat konverter untuk dapat ditangkap pada unit pesawat televisi analog. 

Sejajar dengan perkembangan konvergensi distribusi melalui siaran, adalah perkembangan media penyimpanan video, audio, dan data (digital) lainnya. Perubahan sistem dan jenis media penyimpanan ini pada gilirannya telah mempengaruhi distribusi dan penggunaan konten komunikasi massa. Selain satuan informasi yang berubah dari analog menjadi digital, sistem penyimpanan dan pembacaan juga berubah dari magnetik menjadi optik dan elektronik. 

Konsekuensinya adalah juga perubahan secara fisik (yang berkaitan dengan ukuran dan beratnya), dan perangkat yang diperlukan untuk mengoperasikannya. Secara umum medium magnetik dituliskan dengan “disk”, sedangkan medium optik dituliskan dengan “disc” (Musburger & Kindem, 2009: 8). Media magnetik seperti harddisk pada komputer dan variannya terus berkembang kapasitas penyimpanannya dan masih cukup penting sebagai media penyimpanan data. Sedangkan cakram digital sebagai media optik juga terus berkembang kapasitasnya, semakin murah harganya, dan semakin mudah untuk didapatkan. Mulai dari CD, DVD, hingga Blue-ray disc dan holographic versatile disc. Pada saat bersamaan media penyimpanan elektonik juga terus tumbuh dan berkembang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada media magnetik dan optik. Harddisk cocok untuk menyimpan data berkapasitas besar dan mudah diakses untuk mengolah data, tetapi harganya relatif mahal dibanding  cakram optik. Sementara cakram optik mudah digandakan dan portable karena bentuk dan ringannya, namun sulit untuk memodifikasi kontennya (mengolah data di dalam media tersebut). Sistem flash memory yang muncul belakangan telah membawa cara penyimpanan data digital baru yang mampu mengatasi persoalan yang dihadapi oleh disks dan discs. 


Sistem penyimpanan elektronik ini secara generik disebut solid-state drives (SSD), atau flash memory atau dengan mengacu pada bentuk mediumnya sehingga disebut flash ‘cards’ atau flash ‘drives’. Alat ini digunakan pada komputer atau media digital lain melalui koneksi USB atau koneksi digital lainnya.  Keragaman bentuknya kini banyak kita pakai dengan istilah populer seperti flash-disks, SD-cards, microSD, dan sebagainya, untuk perangkat kamera saku, telepon seluler, games, dan media portable lainnya.

 Harganya setiap hari menjadi semakin murah, dan semakin mudah didapat karena tersedia dimana-mana, serta kapasitas penyimpanannya menjadi semakin besar. Solid-state drives dengan kapasitas besar juga sudah mulai menggantikan harddisks sebagai perangkat penyimpanan data utama pada komputer. Kehadiran media ini telah membuat proses produksi media menjadi semakin mudah dan murah, sehingga akan muncul lebih banyak orang (awam) yang dapat terlibat dalam aktivitas komunikasi massa. 

Internet (dan teknologi pendukungnya) telah menjadi medium yang universal dan melintasi berbagai batasan sosial dan geografis. Sebagai medium distribusi, saat ini dan di masa mendatang, internet akan menduduki posisi strategis dan penting dalam distribusi berbagai bentuk konten media, baik yang diproduksi secara profesional maupun secara coba-coba oleh para amatir dan awam. Berbagai hal ini akan merubah ekonomi dan sistem distribusi konten media, sehingga pada gilirannya juga akan merubah sistem produksi media. 

Perkembangan industri permainan digital (games) menjelaskan kekuatan suatu bentuk media yang datang dari luar arus utama media massa namun terus menguat sebagai suatu bentuk yang terintegrasi dalam komunikasi massa yang memiliki implikasi penting secara finansial dan kultural. Dimulai sebagai permainan sederhana yang dipasangkan pada komputer, games kini menjadi semakin kompleks dengan sistem multilevel dan multiplayer dan hadir serta dapat di akses diberbagai tempat (di Indonesia melalui game center misalnya). Games kini telah menjadi industri raksasa yang harus diperhitungkan sebagai salah satu sistem distribusi konten media. Apalagi kita juga banyak menemukan bagaimana secara konten, games dan produk media audiovisual seperti film telah terintegrasi (Tomb Rider misalnya). 

Motion pictures adalah istilah yang benar terhadap produk audiovisual yang ditayangkan melalui proyektor pada layar di dalam gedung bioskop (dalam perkembangannya juga ditayangkan melalui televisi atau media lainnya). Motion pictures secara umum sering disebut sebagai „film‟, baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia, atau juga sinema (cinema). Istilah film sebetulnya merujuk pada medium yang digunakan untuk menyimpan data analog audiovisual, yaitu material lentur yang berbahanbaku asetat yang dilapisi oleh emulsi. Namun istilah film sudah menjadi sebutan umum yang bahkan dipakai untuk video dan produk visual digital lainnya (istilah ini yang akan kita pakai selanjutnya untuk merujuk pada motion pictures). Film merupakan fenomena konvergensi yang khas ketika banyak anggapan bahwa munculnya media baru akan melenyapkan dan menggantikan media lama. Dimulai dari kemunculan radio, lalu televisi, dan terakhir media highdefinition yang diperkirakan akan menghancurkan film, ternyata tidak terbukti. Para pembuat film terus berproduksi dan mengembangkan teknologi pembuatan film. Dalam kasus film ini terlihat fenomena konvergensi yang unik ketika film (dan bioskop) sebagai sistem distribusi tertua dapat bersinergi dengan model distribusi lain yang diakibatkan oleh munculnya media baru (seperti televisi, discs, maupun internet) 

LATIHAN 

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 

1) Jelaskan apa yang membedakan proses penerimaan atau konsumsi media yang bersifat audiovisual dengan tekstual? 
2) Jelaskan mengapa modus komunikasi audiovisual saat ini dikatakan mampu mengatasi batasan waktu dan batasan ruang? 
3) Perhatikan dan coba temukan pada berbagai program acara televisi, program yang mengintegrasikan film dan video! 
4) Jelaskan bagaimana video mampu mempersuasi penontonnya, dan coba refleksikan bagaimana dan kapan Anda telah terpersuasi melalui video? 

Petunjuk Jawaban Latihan 

 Untuk dapat menjawab secara tepat pertanyaan-pertanyaan dalam latihan yang  terdapat  pada Kegiatan Belajar 1, pelajari dengan cermat materi dalam Kegiatan Belajar 1. Apabila  Anda masih belum merasa faham, diskusikan dengan teman atau tutor Anda. Selamat Berlatih! 

  RANGKUMAN 

Ketika gambar dan suara dapat direkam secara bersamaan (film, video), dan dapat ditransmisikan (televisi), maka kita seolah kembali ke masa dimana orang berkomunikasi dengan modus oral/auditory dan visual, secara langsung dan bersamaan. Hanya saja modus, tersebut kini dapat dilakukan lintas ruang dan lintas waktu. 

Konvergensi dan akselerasi perkembangan teknologi media audiovisual telah membawa sejumlah dampak signifikan, seperti perluasan ragam produksi program video, perluasan modus distribusi, keragaman tujuan dan kegunaan, serta variasi peluang karir. Metoda produksi dan distribusi dewasa ini harus dipertimbangkan secara simultan atau kita tidak akan mampu menyadari keunggulan dan manfaat dari suatu produk media audiovisual. Dalam konteks konvergensi berdasarkan moda distribusi media ini ada 4 pertimbangan yang perlu dipikirkan sebelum memutuskan untuk menentukan konsep produksi media. Konvergensi perlu diperhatikan, khususnya yang berkaitan dengan medium dan distribusinya.  

Perkembangan media penyimpanan video, audio, dan data (digital) lainnya mempengaruhi distribusi dan penggunaan konten komunikasi massa. Selain itu, sistem penyimpanan dan pembacaan juga berubah dari magnetik menjadi optik dan elektronik. Saat ini internet (dan teknologi pendukungnya) telah menjadi medium yang universal dan melintasi berbagai batasan sosial dan geografis. Selain internet, games kini telah menjadi industri raksasa yang harus diperhitungkan sebagai salah satu sistem distribusi konten media. Film (dan bioskop) merupakan sistem distribusi tertua, namun dapat bersinergi dengan model distribusi lain yang diakibatkan oleh munculnya media baru (seperti televisi, discs, maupun internet). 

  TES FORMATIF 1 

Pilih satu jawaban yang paling tepat! 

1) Medium yang banyak dipakai untuk membuat berbagai program audiovisual,  dari  mulai film bioskop sampai dengan iklan televisi adalah …. A. internet 
B. televisi 
C. film 
D. radio 

2) Pertimbangan yang perlu dipikirkan sebelum memutuskan untuk menentukan konsep produksi media, kecuali …. 
A. metoda distribusi yang akan dipakai 
B. format media yang akan dipakai 
C. media elektronik yang akan dipakai 
D. tema yang akan digunakan 

3) Perangkat yang dapat digunakan untuk mengikuti mobilitas penggunanya adalah …. 
A. AM-FM radio 
B. HD-Radio  
C. mobile medium 
D. internet 

5) Sistem penyimpanan yang cocok untuk menyimpan data berkapasitas besar dan mudah diakses untuk mengolah data adalah …. 
A. harddisk 
B. cakram optik 
C. flash cards 
D. flash drives 

6) Istilah yang benar terhadap produk audiovisual yang ditayangkan melalui proyektor pada layar di dalam gedung bioskop adalah …. 
A. games 
B. motion pictures 
C. film 
D. sinema 

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. 

Jumlah Jawaban yang Benar
Tingkat penguasaan = 100% 
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 
                                 80 -  89%  = baik 
                                 70 -  79%  = cukup 
                                      < 70%  = kurang 

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai. 


Kegiatan Belajar 2 

Seni dan Komunikasi Video 


K
 mempelajari komunikasi secara ilmiah untuk menjadi seorang omunikasi adalah suatu domain yang unik. Ketika seseorang perlu 
komunikator, analis, atau perencana komunikasi yang handal, pada saat yang sama dia harus pula menguasai atau setidaknya memahami seni berkomunikasi. Blend antara pengetahuan, keterampilan, dan seni dalam bidang komunikasi ini menjadi penting ketika kita masuk dalam proses produksi media komunikasi, khususnya video. Oleh karenanya, untuk menjamin produksi media video mampu menyampaikan pesan yang dibawanya, maka paling tidak kita harus memahami dua elemen dasar dalam komunikasi video, yaitu bahasa audiovisual dan karakteristik khalayaknya. 

A. BAHASA AUDIOVISUAL   

Realitas yang dihadirkan televisi adalah realitas video. Biasanya ketika menonton televisi, kita sering beranggapan bahwa kita sedang melihat suatu peristiwa nyata yang direkam dengan videotape dan kemudian ditayangkan televisi. Sesungguhnya bukan itu yang terjadi. Layar televisi hanyalah celah yang kita pergunakan untuk melihat dunia yang sama sekali berbeda, dunia dimana dalil-dalil tentang ruang, waktu, dan gravitasi tidak dapat diberlakukan. Sehingga dalam video kita bisa melihat manusia terbang, orang bepergian dengan pesawat dan dalam waktu sangat singkat telah sampai ke negara lain, orang tidak terluka ketika jatuh dari menara, dan sebagainya. Umumnya ponton awam tidak terlalu mercermati keanehan perilaku dunia video, sehingga penulis naskah video, sutradara, atau editor megerti bagaimana menggunakan dalil-dalil dunia video untuk mengelabui penontonnya. 

Pemahaman terhadap bahasa audiovisual sesungguhnya merupakan kecakapan yang telah dimiliki oleh semua orang. Walaupun kita bukan orang yang terlibat dalam pembuatan video, namun sehari-hari kita menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengkonsumsinya (khususnya melalui televisi). Stinson (2002: 13) mengemukakan bahwa video adalah sistem yang paling persuasif dan powerful yang pernah ditemukan untuk menyampaikan fakta, gagasan, dan opini. Video telah mempengaruhi kita ketika berhasil mempersuasi apa yang harus kita beli, ketika mampu menjelaskan dan membuat kita memahami apa yang dianggap penting dan kenapa kita perlu menganggapnya begitu. Video menunjukkan apa yang trendy, apa yang atraktif, dan apa yang seharusnya kita inginkan dalam hidup. Video juga memberi contoh bagaimana mengekspresikan cinta, bagaimana berkelahi, bagaimana bekerja, beribadah, dan bahkan bermimpi. 

Video melakukan semua itu dengan jernih dan jelas sehingga mampu membuat kita merasa seolah-olah mengalami sendiri pemandangan dan suara dari suatu realitas. Kepada kita dihadirkan suatu imitasi realitas yang diciptakan dengan kecermatan dan kerumitan tinggi, untuk dapat kita terima dan sepakati. Pembuat video menyajikan “realitas” bahwa sabun X lebih baik dari sabun O, mereka juga dapat “membuktikan” bahwa capres A lebih hebat dari capres B. Mereka bisa “menunjukkan” bahwa eksistensi harimau penting untuk ekosistem (atau pada saat yang sama, mereka juga bisa menunjukkan bahwa harimau adalah pemakan ternak petani sehingga harus dilenyapkan). 

Bahkan ketika pembuat video tidak sedang menawarkan suatu produk kepada kita, mereka juga tidak menampilkan realitas obyektif kepada kita, mereka menyajikan realitas versi mereka kepada kita. Hal ini tidak dapat dihindari, karena program tidak dapat dibuat tanpa melalui proses memilih dan memadatkan realitas. Sehingga perspektif atau cara pandang tertentu akan selalu muncul dalam setiap program video, karena seleksi dan penyajian program video selalu merefleksikan norma dan nilai yang diyakini oleh pembuatnya. 

Sebagai penonton televisi setidaknya kita harus berurusan dengan hal semacam ini secara terus menerus. Kita dapat menjadi pemirsa televisi yang bijak jika kita memiliki pengetahuan tentang teknik komunikasi video, dan kita dapat memilah informasi yang kita lihat dari cara-cara bagaimana informasi tersebut diorganisir dan disajikan. Setidaknya kita tidak akan dikelabui oleh medium yang selalu tampak nyata namun tidak pernah nyata. 

Komunikasi video mengunakan bahasa visual, bahasa yang memiliki kaidah layaknya tata bahasa tulis yang kita kenal. Misalnya image dapat diibaratkat sebagai suatu kata, sebuah shot seperti suatu kalimat lengkap, sebuah adegan (scene) adalah sebuah alinea, dan suatu sekuen seperti sebuah bab. Namun, tidak seperti bahasa tulis, bahasa visual Inggris dan bahasa visual Indonesia (dan bagi hampir semua bangsa di dunia) adalah sama. Hal ini menempatkan video sebagai kekuatan sosial yang penting karena hampir semua orang di dunia ini memahami bahasa universal film dan video. 

Pada tingkat elementer, video memiliki tata bahasa yang setara dengan subyek, kata kerja, predikat, atau aturan waktu. Sementara pada tataran yang lebih tinggi, video memiliki semacam susasteranya sendiri, yaitu sejumlah teknik untuk menciptakan cara berekspresi yang spesifik. Teknik semacam ini mencakup komposisi dan gerak kamera, kontinuitas gambar, dan pengendalian ritme program video. Maka, seperti ketika kita bisa membedakan gaya sastrawan tertentu ketika menuliskan novelnya, kitapun dapat melakukan hal yang sama pada karya film dan video. 

Komunikasi untuk membangun makna terhadap suatu konten film diperoleh melalui kombinasi dari penggunaan perangkat teknik untuk memproduksi gambar bergerak dan menyelaraskannya dengan suara dan nilai-nilai kultural, atau norma dan konvensi yang berkaitan dengan aksi, peristiwa, dan adegan yang ada dalam film tersebut. Kini, dengan munculnya berbagai format media baru, para pembuat film mulai memikirkan pengaruh dari teknologi digital terhadap berubahnya cara-cara orang memahami produksi dan penggunaan gambar atau images dalam berbagai bentuk media seperti film-film Hollywood dan foto jurnalistik (Dewdney & Ride, 2006: 37). Bahasa audiovisual pada media baru dipengaruhi oleh tingginya tingkat hibriditas akibat proses konvergensi. Dewdney dan Ride (2006: 40) menyebutkan ada 3 proses yang menentukan bahasa audiovisual baru sebagai akibat dari konvergensi media, yaitu overlapping practices, memudarnya batas-batas konseptual mengenai potensi makna, dan munculnya berbagai hybrid practices yang baru. 

Overlapping practices atau aktivitas yang saling tumpang tindih dalam produksi media audiovisual terjadi misalnya ketika pengolahan data digital dengan komputer menjadi bagian penting dalam pembuatan film. Proses pasca produksi sebuah film misalnya menggunakan komputer untuk menghasilkan spesial efek (SFX) terhadap material yang dihasilkan melalui pengambilan dengan kamera film konvensional. Atau program piranti lunak CGI (computer generated image) yang menyatukan material yang diperoleh dari kamera film konvensional dengan material animasi yang diproduksi oleh komputer. Berbagai praktik gabungan ini menghasilkan sensasi baru pada media audiovisual yang kemudian juga berarti bahasa audiovisual baru yang harus dipahami baik oleh produsen dan konsumennya. 

Memudarnya batas-batas konseptual mengenai potensi makna terutama terjadi karena berubahnya pola-pola distribusi film. Kini film tidak dapat secara tegas dipisahkan dari platform media lainnya. Penerapan siaran televisi digital dan pesatnya kepemilikan „home cinema‟ atau „home theater‟ misalnya, telah meneguhkan suatu pengalaman kultural baru yang memperluas potensi pemaknaan media audiovisual dari bahasa audiovisual untuk mengkonsumsinya. Perkembangan teknologi  baru dalam sinyal broadband, yang segera akan melengkapi konvergensi komputer dan televisi (juga film sebagai kontennya) akan menciptakan platform baru home entertainment (Dewdney & Ride, 2006: 42). Dalam situasi ini akan tumbuh ritual baru konsumsi media audiovisual (misalnya dengan sistem berlangganan,  sistem pay-as-you-go, film/video-on-demand). Kultur dan ritual konsumsi media audiovisual yang berubah ini telah menuntut bahasa audiovisual yang berbeda pula untuk memahaminya, sehingga pada gilirannya juga membuka batas-batas bagi potensi makna dari produk media audiovisual.  

Hybrid practices terjadi ketika orang menggunakan media audiovisual secara interaktif sebagai konsekuensi dari konvergensi media. Kondisi ini jauh berbeda dibanding ketika film diputar di bioskop misalnya. Dalam bioskop ini penonton dikondisikan secara fisiologis dan psikologis untuk menerima informasi dari bahasa audiovisual yang searah.  Sebaliknya dalam penggunaan media secara interaktif, orang mengendalikan apa yang hendak dikonsumsi melalui fasilitas navigasi yang disediakan (komputer, televisi, internet). Dalam kasus seperti ini tentunya diperlukan bahasa audiovisual yang berbeda lagi untuk menarik dan mengikat perhatian orang, karena kendali dalam proses pemahaman tidak lagi ada pada media seperti ketika dipertontonkan di dalam gedung bioskop 

B. MEMAHAMI KARAKTER PENONTON 

Bagian yang berkesinambungan dari memahami bahasa audiovisual adalah memahami segmentasi dan karakteristik khalayak sasaran video. Meskipun khalayak video relatif bersifat umum dan heterogen, sebagai konsekuensi dari bahasa visual yang universal, ada sejumlah karakter spesifik yang tipikal dari khalayak video, yaitu karakteristik penonton atau spectator. Memahami karakteristik penonton ini juga penting karena dari sisi komunikasi, video hanya berjalan one way traffic atau satu arah, sehingga pembuat video harus jeli melihat segmen penontonnya untuk bisa mendeteksi selera semacam apa yang disukai agar karya videonya mendapatkan apresiasi. 

Salah satu sifat penonton yang harus kita cermati adalah kemampuannya menduga adegan selanjutnya. Hal ini muncul ketika pesan dan alurnya dapat dipahami oleh penonton dan mereka sanggup menggerakkan pikiran sebagai efek dari information planting (penanaman informasi) yang telah dilakukan di bagian awal suatu program video. Untuk dapat menggerakkan dugaan tersebut perlu ditumbuhkan rasa ingin tahu pada penonton. Ketika kita berhasil membuat penonton menduga, selanjutnya mereka akan lebih mudah terpersuasi karena ingin membuktikan dugaanya atau menguji kebenaran prasangkanya pada alur maupun adegan berikutnya. 

Sifat lain dari penonton adalah bahwa mereka memiliki kecenderungan menurut terhadap alur dan informasi yang kita berikan, meskipun kadang secara sengaja kita sembunyikan informasi utama sehingga mereka salah mengerti atau salah menduga, akibatnya ketika informasi utama tersebut kita berikan kemudian, penonton menjadi surprise. Bisa jadi interest mereka akan meningkat karena cenderung ingin menebak jalan cerita hingga benar. Itulah sebabnya meskipun misalnya sebuah film dibintangi seorang artis cantik namun tetap ditinggalkan penonton karena mereka merasa tidak menemukan keasikan pendugaan atau ceritanya datar dan mudah ditebak. 

Secara manusiawi setiap penonton cenderung tertarik pada tokoh yang baik atau memiliki kemampuan hebat (protagonis), kemudian mengidentifikasikan dirinya atau mengikat dirinya secara emosional terhadap tokoh tersebut (seolah dirinya tokoh tersebut). Sehingga kadang penonton ikut merasakan suka dukanya, menangis ketika tokoh yang disukainya mendapat kesedihan/kesusahan, ikut merasakan ketegangan yang dasyat ketika tokoh hebatnya mengalami hambatan/tekanan dari musuh-musuhnya. Aspek yang perlu diperhatikan dalam hal penokohan ini adalah tidak membuat tokoh yang mendapat simpati penonton berubah-ubah, karena akan menyebabkan penonton jengkel yang harus repot memasang dan melepaskan identifikasi emosional mereka. 

Hampir serupa dengan kemampuan menduga, adalah keinginan penonton untuk menghitung alur pemecahan masalah. Dengan kalkulasi ini, penonton mempersiapkan tenaga untuk menghadapi adegan-adegan pemecahan masalah yang telah diperhitungkanya. Penonton akan merasa tidak puas kalau ternyata adegan pemecahan masalahnya jauh lebih ringan dari apa yang dikalkukasinya, karena mereka merasa masih ada sejumlah tenaga yang tersisa. Sebaliknya mereka akan merasa letih ketika adegan pemecahan masalah yang disaksikanya jauh lebih berat daripada perhitungan kalkulasi yang semestinya. Bisa jadi mereka mengernyitkan dahi ketika menyaksikan pemecahan masalahnya lebih memusingkan. 

Faktor lain yang perlu diperhatikan oleh pembuat video adalah kemampuan mata dan telinga manusia. Dalam perhitungan pembuat video, kemampuan penglihatan lebih diandalkan untuk menerima informasi, meskipun tentunya akan lebih baik dengan didukung oleh daya pendengaran. Penonton akan merasa letih jika informasi yang disampaikan lebih mengandalkan suara. Karena penonton sudah terlanjur terbiasa didikte melalui gambar untuk membantu imajinasinya, maka ketika hanya suara yang dominan, mereka akan kerepotan berimajinasi, penonton takut kalau imajinasinya keliru. 

Setelah menjelaskan karakteristik penonton dari aspek psikologis dan fisiologis, kita juga perlu menganalisisnya dari perspektif demografis dan distribusi produk media audiovisual, khususnya dalam konteks pemasaran produk tersebut. Estimasi yang akurat mengenai jumlah khalayak, komposisi demografisnya,  serta kebutuhan dan selera khalayak sasaran, adalah hal-hal mendasar yang sangat penting dalam perencanaan produksi media audiovisual, khususnya dalam rangka perhitungan biaya dan pendapatan, serta peluang penyampaian pesan agar efektif. Dalam kerangka ini pula beberapa issue akan mengemuka seperti misalnya media semacam apa yang harus dipakai untuk mencapai segmentasi khalayak tertentu?, seberapa besarkah potensi  khalayaknya?, berapa besar jumlah biaya yang masuk akal untuk memproduksi media tertentu?, apa kira-kira kebutuhan dan ekspektasi segmen khalayak tertentu?, format program televisi, film, atau grafis seperti apa yang harus dipakai?. Semua pertanyaan ini akan terjawab jika kita dapat mendefinisikan khalayak kita secara jelas. Bahkan untuk produksi media audiovisual yang bersifat non-komersial,  jumlah biaya yang akan digunakan harus dapat dijustifikasi berdasarkan jumlah dan karakteristik demografis khalayak yang dapat dijangkau. Analisis terhadap khalayak biasanya mencakup pilihan terhadap medium yang didasarkan pada kebiasaan penggunaannya oleh khalayak tersebut, perkiraan jumlah khalayak, dari situ kita juga bisa melakukan prakiraan biaya, analisis terhadap berbagai ekspektasi khalayak, dan pemilihan format medium yang sesuai dengan ekspektasi khalayak (Musburger & Kindem, 2009: 2). 

Khalayak pada umumnya dapat dikategorikan atau disegmentasikan berdasarkan besaran dan komposisi demografisnya.  Pengetahuan mengenai segmentasi umur dan jenis kelamin dari khalayak sasaran kita sama pentingnya dengan pengetahuan mengenai keseluruhan jumlah mereka yang akan mengkonsumsi produk media audiovisual kita. Para pengiklan di televisi misalny a, merancang dan memproduksi iklan audiovisualnya untuk segmen demografis tertentu. Bahkan untuk film dokumenterpun (yang biasanya tidak/kurang komersial), pembuatnya perlu mempertimbangkan khalayak dan melakukan uji coba didepan kelompok penonton untuk  memastikan efektivitas pesan yang akan disampaikan dan konsistensi ketertarikan penonton terhadap film dokumenter yang sedang dibuat.  Proses  untuk mengukur preferensi khalayak  dan ketertarikan mereka terhadap produk media audiovisual yang sedang dikerjakan, selain memerlukan penelitian dan metodologi ilmiah, juga pengalaman dan pengetahuan produser media audiovisual untuk menginterpretasikan berbagai hasil penelitian tersebut. Variabel-variabel demografi yang biasanya menjadi pertimbangan dalam analisis khalayak antara lain adalah umur, jenis kelamin, rata-rata pendapatan/pengeluaran per bulan/tahun, tingkat pendidikan, agama/kepercayaan yang dianut, kultur, dan bahasa spesifik yang digunakan. 

Informasi rinci mengenai khalayak akan membantu proses produksi sebagai masukan untuk berbagai pengambilan keputusan dalam kegiatan produksi media audiovisual. Sifat dan preferensi khalayak dapat digunakan untuk menentukan format program, topik, struktur cerita, dan bahkan biaya produksi. Pendekatan ini juga berlaku bagi produk-produk media nonkomersial dimana respon khalayak merupakan indikator utama bagi efektivitas program kita. Riset terhadap khalayak dapat juga digunakan pada tahap pasca produksi untuk menilai  dampak dan efektivitas produksi pada tahap tersebut. Jadi meskipun tidak dapat menggantikan profesionalitas tenaga produksi media audiovisual, riset khalayak dapat memberikan landasan ilmiah yang teruji secara statistik untuk berbagai pilihan dan keputusan dalam proses produksi, daripada hanya mengandalkan pada perkiraan atau dugaan saja. 
Melakukan estimasi besaran dan karakteristik demografis khalayak merupakan kegiatan yang cukup rumit. Biasanya kita dapat melakukan estimasi dari keberhasilan yang telah diperoleh produk media audiovisual sebelumnya yang serupa dengan yang sedang kita kerjakan. Misalnya, kita dapat menggunakan data atau jasa konsultan periset khalayak seperti A.C. 
Nielsen melalui ratings (pemeringkatan) khalayak televisi dari program yang telah ada sebelumnya, yang sejenis dengan yang sedang atau akan kita kerjakan. Ratings televisi menyediakan informasi tentang khalayak dalam bentuk pemeringkatan program-program televisi, shares, dan pemilahan pangsa pasar penonton televisi secara nasional dan regional berdasarkan karakteristik demografisnya (Musburger & Kindem, 2009: 3). Ratings berarti proporsi atau persentase dari seluruh rumah tangga yang memiliki pesawat televisi pada suatu waktu tertentu (seluruh rumah tangga yang memiliki pesawat televisi, terlepas dari dinyalakan atau dimatikan) yang sedang menayangkan saluran /program televisi tertentu. Jadi, misalnya ada 40 juta rumah tangga yang memiliki pesawat televisi, dan 10 juta diantaranya sedang digunakan untuk menonton sinetron X, maka rating program tersebut 
(sinetron X) adalah 25, yaitu 25 persen dari total populasi televisi. 
Sementara shares menunjukkan persentase televisi di rumah tangga yang dinyalakan dan sedang menayangkan suatu program tertentu pada suatu saat tertentu. Jadi jika ada 10 juta rumah tangga yang sedang menonton televisi dan 4 juta diantaranya sedang menonton suatu program yang sama, maka program tersebut dikatakan memiliki 40 persen audience share, yang menunjukkan 40 persen dari seluruh khalayak yang sedang menonton televisi. 
Metoda untuk mengetahui jumlah khalayak pada internet jauh lebih mudah daripada televisi. Yaitu melalui suatu sistem yang menghitung frekuensi suatu laman situs dibuka, biasanya disebut „hit’. Hit menunjukkan penghitungan yang akurat dari frekuensi khalayak mengunjungi suatu situs, tetapi tidak dapat memberikan informasi tentang berapa lama mereka berada di suatu situs untuk membaca atau memahami apa yang ditampilkan situs tersebut. Metoda pengukuran dengan hits lebih akurat dibanding dengan ratings, namun tetap belum mampu menunjukkan pengukuran yang lengkap mengenai khalayak (seperti rasa suka atau tidak suka). 
Produser film dan iklan audiovisual serta para distributornya, biasanya mengandalkan riset untuk melakukan estimasi jumlah khalayak dan preferensi khalayak yang akan dibawa dalam menentukan suatu produk media tertentu. Judul film, daftar pemain, tema film, atau ringkasan cerita film misalnya, dapat diujikan kepada khalayak dan tanggapan terhadap hasil pengujian tadi dijadikan bahan untuk mengevaluasi rencana produksi. Dalam kasus film,  penelitian terhadap khalayak menunjukkan bahwa penentu utama dari keberhasilan suatu film adalah penetrasi iklan/promosi melalui berbagai media (jumlah orang yang pernah mendengar tentang sedang diproduksinya suatu film tertentu). Penentu lainnya adalah keberhasilan sutradaranya dalam menghasilkan film laris sebelumnya,  bintang-bintang ternama yang terlibat didalamnya, atau tema dan cerita yang telah diujikan kepada khalayak sebelumnya. Jadi, riset khalayak pada dasarnya telah digunakan secara luas dalam berbagai produksi media audiovisual komersial. 
Beberapa program televisi dan iklan dapat dilanjutkan atau dihentikan semata-mata oleh ujicoba terhadap khalayak. Alur cerita, tokoh-tokoh dalam cerita, dan editing, kadang-kadang harus dirubah setelah diujicobakan kepada khalayak. Biro iklan biasanya mengujicobakan beberapa versi iklan pada khalayak yang dijadikan sampel sebelum menentukan mana yang akan disiarkan. Program siaran berita seringkali menerapkan riset khalayak yang berkesinambungan untuk menemukan cara mendongkrak rating atau share. Dalam kasus produk media audiovisual non-komersial, pihak sponsor bisa saja meminta bukti konkrit tentang efektivitas komunikasi dan reksi positif penonton setelah produksi diselesaikan, dan riset khalayak dapat digunakan untuk itu. Riset khalayak harus dipahami sebagai unsur penting dalam proses produksi media karena setidaknya dapat memberikan jaminan dalam melakukan pekerjaan berbiaya tinggi untuk mencapai khalayak sasaran atau menghasilkan keuntungan. Riset khalayak pada produk media non-komersial biasanya difokuskan pada penilaian terhadap kebutuhan-kebutuhan khalayak dan efektivitas program. Suatu produk media audiovisual biasanya mendasarkan biaya produksi atas dasar keperluan atau kepentingan perusahaan, pemerintah, atau kultural, demikian pula dengan preferensi dan besaran jumlah khalayak yang hendak dicapainya. Perusahaan atau instansi pemerintah memerlukan jaminan bahwa program akan secara efektif menjangkau khalayak sasaran dan dapat menyampaikan pesan yang dibawanya. Uji coba terhadap khalayak dapat membantu menentukan format terbaik untuk menyampaikan informasi dan mencapai khalayak. 



LATIHAN 

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 

1) Jelaskan mengapa bahasa audiovisual dikatakan sebagai bahasa yang universal? 
2) Jelaskan mengapa kita perlu memahami karakter penonton sebelum membuat suatu program video? 
3) Lakukan observasi terhadap kegiatan menonton televisi di lingkungan terdekat Anda untuk menguji karakter penonton ketika mengkonsumsi suatu program! 

Petunjuk Jawaban Latihan 

Untuk dapat menjawab secara tepat pertanyaan-pertanyaan dalam latihan yang  terdapat  pada Kegiatan Belajar 2, pelajari dengan cermat materi dalam Kegiatan Belajar 2. Apabila  Anda masih belum merasa faham, diskusikan dengan teman atau tutor Anda. Selamat Berlatih! 


 RANGKUMAN 

Pemahaman terhadap bahasa audiovisual sesungguhnya merupakan kecakapan yang telah dimiliki oleh semua orang. Walaupun kita bukan orang yang terlibat dalam pembuatan video, namun sehari-hari kita menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengkonsumsinya 
(khususnya melalui televisi). Hal ini dapat terjadi karena hampir semua orang di dunia ini memahami bahasa universal film dan video. Sehingga video dipandang sebagai suatu kekuatan sosial yang penting dan sistem yang paling persuasif dan powerful yang pernah ditemukan untuk menyampaikan fakta, gagasan, dan opini. 
Ada sejumlah karakter spesifik yang tipikal dari khalayak video, yaitu karakteristik penonton atau spectator. Karakter-karakter ini meliputi kemampuan menduga rangkaian adegan, relatif menurut terhadap alur cerita, cenderung menyukai tokoh protagonis, melakukan kalkulasi dalam pemecahan masalah, dan kemampuan penglihatan lebih diandalkan dalam menerima informasi. Komunikasi video dapat dikatakan menjadi kekuatan sosial yang penting karena hampir semua orang di dunia ini memahami bahasa universal film dan video. Karakteristik penonton dapat dianalisis dari perspektif demografis dan distribusi produk media audiovisual, khususnya dalam konteks pemasaran produk tersebut. Khalayak pada umumnya dapat dikategorikan atau disegmentasikan berdasarkan besaran dan komposisi demografisnya.  Informasi rinci mengenai khalayak akan membantu proses produksi sebagai masukan untuk berbagai pengambilan keputusan dalam kegiatan produksi media audiovisual. 
Estimasi besaran dan karakteristik demografis dapat dilihat dari keberhasilan yang telah diperoleh produk media audiovisual sebelumnya yang serupa dengan yang sedang kita kerjakan. Metoda untuk mengetahui jumlah khalayak pada internet yaitu melalui suatu sistem yang menghitung frekuensi suatu laman situs dibuka. Sedangkan produser film dan iklan audiovisual serta para distributornya, biasanya mengandalkan riset untuk melakukan estimasi jumlah khalayak dan preferensi khalayak.  

  TES FORMATIF 2 

Pilih satu jawaban yang paling tepat! 
1) Dua elemen dasar dalam komunikasi video, yaitu …. 
A. bahasa audiovisual dan karakteristik khalayak 
B. bahasa visual dan karakteristik khalayak 
C. bahasa audiovisual dan karakteristik penduduk 
D. bahasa visual dan karakteristik penduduk 

2) Overlapping practices merupakan …. 
A. memudarnya batas-batas konseptual mengenai potensi makna  
B. penggunaan media audiovisual secara interaktif sebagai konsekuensi dari konvergensi media  
C. aktivitas yang saling tumpang tindih dalam produksi media audiovisual 
D. proses pasca produksi sebuah film untuk menghasilkan spesial efek (SFX) 

3) Salah satu sifat penonton yang perlu di cermati, kecuali .... 
A. kemampuan menduga adegan selanjutnya 
B. kecenderungan menurut terhadap alur dan informasi yang diberikan 
C. cenderung tertarik pada tokoh yang baik atau memiliki kemampuan hebat (protagonis) 
D. ketidaktertarikan penonton untuk menghitung alur pemecahan masalah 

4) Variabel-variabel demografi yang biasanya menjadi pertimbangan dalam analisis khalayak antara lain .... 
A. umur, jenis kelamin, rata-rata pendapatan/pengeluaran per bulan/tahun, tingkat pendidikan 
B. umur, jenis kelamin, rata-rata pendapatan/pengeluaran per bulan/tahun, pekerjaan 
C. agama/ kepercayaan yang dianut, pekerjaan, kultur 
D. agama/ kepercayaan yang dianut, pekerjaan, jenis kelamin 

5) Ratings merupakan …. 
A. proporsi atau persentase dari seluruh rumah tangga yang memiliki pesawat televisi pada suatu waktu tertentu 
B. persentase televisi di rumah tangga yang dinyalakan dan sedang menayangkan suatu program tertentu pada suatu saat tertentu 
C. frekuensi suatu laman situs dibuka  
D. penelitian terhadap khalayak 

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. 

Jumlah Jawaban yang Benar
Tingkat penguasaan = 100% 
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 
                                 80 -  89%  = baik 
                                 70 -  79%  = cukup 
                                      < 70%  = kurang 

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai. 





















Kunci Jawaban Tes Formatif 

Tes Formatif 1 Tes Formatif 2  
1) A 1) A  
2) B 2) C 
3) C 3) B 
4) A 4) B 
5) A 5) A 
   





0 komentar: