PRODUKSI MEDIA (SKOM4440) MODUL 1
KAMI MAHASISWA UPBJJ YOGYAKARTA FISIP ILMU PERPUSTAKAAN S1 TAHUN 2017
NAMA : CATUR KISWANA PUTRA
NIM : 021812568
ALAMAT : Jl. WANAGAMA 1, BANARAN 2, Rt : 08 Rw : 02 BANARAN, PLAYEN, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA
RINGKASAN MODUL 1
Tandiyo
Pradekso, M. Bayu Widagdo, Melani Hapsari (2013) Buku Materi Pokok Produksi
Media Jakarta:
Universitas Terbuka. Modul 1
Kompetensi Khusus:
Mahasiswa
dapat menjelaskan: karakteristik media audiovisual, era konvergensi dalam media
audiovisual, bahasa audiovisual, karakter penonton media audiovisual.
Kegiatan Belajar 1: Audiovisual
sebagai Media Komunikasi Massa
Medium komunikasi mengalami proses cyclic (berulang), walau tidak sama.
Dulu orang menggunakan oral/auditory
dan visual secara langsung dan
bersama saat berkomunikasi. Kemudian dengan menggunakan medium goresan,
misalnya pada batu, kayu, dll. Kemudian menggunakan media cetak yang mudah
didistribusikan ke lintas daerah. Kemudian dengan menggunakan alat
elektronik: pengeras suara. Kemudian
dengan radio, alat perekam suara, telepon, sehingga pesan dapat ditransmisikan
melintas wilayah dengan hampir tak terbatasi jarak dan waktu.
Ketika gambar dan suara dapat direkam bersama
dan ditransmisikan (misalnya televisi), manusia seolah kembali ke masa di mana
orang berkomunikai dengan oral/auditory
dan visual secara langsung dan
bersama. Tetapi bedanya, komunikasi sekarang dapat dilakukan lintas ruang dan
waktu.
A. Karakteristik Media Audiovisual
Perkembangan medium audiovisual sekarang ini tidak
lepas dari media perekam visual (kamera foto), atau dengan kata lain medium
audiovisual mengadopsi cara kerja mesin fotografi. Teknologi audiovisual
merujuk pada audio dan visual.
Medium film banyak digunakan untuk media audiovisual
film bioskup dan iklan/acara televisi. Film dikatakan medium audiovisual yang
baik (Jim Stinson-2002):
1. Peralatan
film relatif portable, sehingga lokasi produksi lebih praktis,
2. Kemampuan
untuk memproduksi gambar hitam putih atau warna sangat tinggi,
3. Gambar
dan suara direkam pada jalur yang terpisah dalam film, sehingga memberikan
peluang untuk melakukan improvisasi dalam editing lebih leluasa.
Medium televisi sekarang memiliki karakteristik:
1. Ukuran
kamera lebih kecil dan portable,
2. Fitur
kamera (gambar dan suara) semakin lengkap dan terintegrasi, dan memiliki
ketajaman gambar dan warga dengan kualitas yang sangat tinggi,
3. Sistem
perekaman telah disempurnakan, sehingga sinyal televisi dapat direkam dan
diedit secara elektronik.
Film dan televisi seolah bersaing dalam memproduksi
gambar. Namun perbedaan mendasar, film tetap menggunakan medium yang sama (pita
seluloid), sedangkan televisi dengan format video. Film dikatakan lebih kaya
warna jika dibandingkan dengan video. Video dipandang masih kurang jernih
gambarnya dan kasar karena resolusinya rendah. Produksi film mahal dan panjang,
sedang video ratusan kali lebih murah dan sederhana. Film sangat sensitif
terhadap pencahayaan, maka proses lebih rumit, demikian juga proses perekaman
suaranya karena dilakukan pada jalur yang berbeda. Film lebih komplek, utamanya
pada color balancing, penambahan efek
transisi dan editing.
B. Era Konvergensi
Teknologi komunikasi terkini membuat penyatuan
keunggulan dan menutup kekurangan produksi film dan video. High-definition
video (HDV) mampu merekam gambar hampir sama dengan film, sedangkan film
mengakomodasi modus perekaman gambar secara elektronik. Proses konvergensi
(penyatuan) ini melahirkan medium visual hybrid antara format film dan video.
Iklan, direkam dalam format film, lalu ditransfer ke videotape, kemudian ke
proses video. Pada film bioskup, special
effects dibuat secara elektronik dan kemudian ditrasfer ke film. Pembuatan special effects sendiri dengan komputer
termasuk proses digitalisasi film dengan mentransfer per film frame dan
mengkonversi ke pola pixels. Proses selanjutnya adalah digitalisasi khususnya
untuk tata suara pada film dan video. Dalam hal ini diperlukan software dan multiplayer sound tracks.
Konvergensi dan perkembangan teknologi media
audiovisual membawa dampak:
1. perluasan
ragam produksi program video, pemanfaatan modus distribusi televisi siaran,
televisi kabel, televisi satelit, dan internet,
2. meluasnya
penggunaan video ke berbagai kehidupan, misalnya: kedokteran, pendidikan,
industri, penegakan hukum, dsb.,
3. munculnya
peluang karier di bidang video,
4. media
audio, grafis, dan audiovisual telah bertransformasi dengan
sinyal digital melalui WiFi, WiMax, atau dengan sistem distribusi nirkabel
lainnya.
5. mendorong
perubahan dalam sistem produksi media, konsep-konsep dan teori-teori, teknologi
dan sistem distribusi, dan sistem ekonomi dan cara menghasilkan keuntungan, 6. terjadinya
perubahan sistem dan jenis penyimpanan video, audio, dan data (digital),
7. munculnya perkembangan permainan digital (games)
melalui internet.
Contoh konkrit: dulunya penjualan lagu melalui
pita kaset, CD, sekarang melalui nada dering telepon seluler atau internet. Streaming video melalui internet juga
akan ditingkatkan kualitasnya.
Kegiatan Belajar 2: Seni dan Komunikasi Video
Komunikasi yang baik tidak lepas dari seni
berkomunikasi. Oleh karena itu, untuk menjadi komunikator, analis, perencana
komunikasi, seseorang harus memahami seni berkomunikasi.
A. Bahasa Audiovisual
Jika seseorang melihat film atau video, seolah-olah
orang tersebut mengalami sendiri. Komunikasi video menggunakan bahasa visual,
bahasa yang memiliki kaidah seperti tatabahasa tulis. Image dapat diibaratkan
sebagai suatu kata, sebuah shot
seperti kalimat lengkap, sedangkan adegan (scene) adalah sebuah alinea, dan
sekuen seperti bab. Bahasa visual dalam vodeo mempunyai kekuatan sosial yang
sangat penting, karena akan menyampaikan pesan kepada khalayak.
Pada tingkatan dasar, video memiliki tatabahasa yang
setara dengan subyek, kata kerja, predikat, atau aturan waktu. Pada tingkatan
yang lebih tinggi, video memiliki semacamg kesusasteraannya sendiri, yang
merupakan teknik untuk menciptakan cara berekspresi yang spesifik: komposisi
dna gerak kamera, kontinuitas gambar, dan pengendalian ritme program video.
Untuk memberikan makna pada konten film diperlukan
kombinasi dari: penggunaan perangkat teknik dan penyelarasan dengan suara dan
nilai-nilai kultur atau norma dan konvensi yang berkaitan dengan aksi,
peristiwa, dan adegan yang ada dalam film tersebut.
Tiga proses yang menentukan bahasa audiovisual:
1. Overlapping practices (aktivitas yang
saling tumpang tindih). Hal ini terjadi saat pengolahan data digital dengan
komputer.
2. Memudarnya
batas-batas konseptual mengenai potensi makna. Hal ini dikarenakan berubahnya pola distribusi film: penerapan
siaran televisi digital, home cinema, home theater. Ini dapat memunculkan
sistem berlangganan, pay-as-you-go, film/video-on-demand,
3. Munculnya
berbagai hybrid practices yang baru.
Orang tidak sekedar menonton, tapi dengan perangkat yang ada orang tersebut
dapat melakukan interaktif, bahkan mengendalikan keadaan.
B. Memahami Karakter Penonton
Memahami karakter penonton atau spectator adalah penting guna untuk mengetahui selera apa yang
disukai, agar karya video mendapatkan apresiasi.
Karakter penonton:
1. kemampuan
menduga adegan selanjutnya dan ingin membuktikan dugaannya pada adegan
berikutnya,
2. memiliki
kecenderungan menurut terhadap alur cerita atau informasi yang diberikan oleh
produser, walau kadang tersembunyi. Jika interpretasi salah, penonton akan
menganggap suatu surprise.
3. cenderung
tertarik pada tokoh yang baik atau memiliki kemampuan hebat (protagonis)
kemudian mengikat diri kepada tokoh yang disukai,
4. menghitung
alur pemecahan masalah, pemecahan masalah jangan terlalu ringan atau terlalu
berat, Dalam produksi audiovisual perlu
mempertimbangkan/menganalisa aspek distribusi dan demografis. Dalam konteks
pemasaran, aspek estimasi: jumlah khalayak, komposisi demografinya, kebutuhan
dan seleranya adalah yang yang sangat mendasar dan penting.
0 komentar:
Posting Komentar